Rendahnya penerapan green building di Indonesia menyebabkan level investasi sektor properti dengan konsep berkelanjutan juga rendah, karena pertimbangan para pengembang terkait resiko, keuntungan, dan aturan yang berlaku (Fachrudin, 2016). Harga properti menjadi faktor lain dalam permasalahan biaya investasi untuk menerapkan konsep green building (Kim, dkk., 2020). Berbeda dengan pernyataan Fachrudin (2016) dan Kim (2020), jika ditinjau untuk jangka panjang, Return of Investment dari penerapan green building merupakan sebuah peluang dan keuntungan yang positif (Biyanto, 2014; Pernille H, dkk., 2021). Aspek ekonomi ini berperan penting dalam pengadaan bangunan komersial, khususnya apartemen (Rana, dkk., 2021). Apartemen yang merupakan properti residensial dalam bangunan vertikal dapat menjadi solusi permasalahan yang diungkapkan pada studi Chakravarthy (2022). Dengan catatan, bangunan harus diberikan nilai tambah berupa implementasi green building.

Beberapa studi menyebutkan bahwa, praktik green building sudah dilaksanakan di berbagai sektor, dan mengacu pada Greenship yang diterbitkan secara resmi. Studi tersebut meliputi bangunan pendidikan (Erizal, dkk., 2019; Hapsari, 2018; Ratnaningsih, dkk., 2019), perkantoran (Darmastuti, dkk., 2019) , bangunan publik (Arndarnijariah, 2021; Fadillah & Pontan, 2020; Natalia, 2019), dan bangunan hunian (Abdurrahman, dkk., 2020; Fatmayati, dkk., 2021). Akan tetapi, penelitian tersebut hanya memberikan greenship rating (capaian greenship) mulai dari perunggu hingga platinum. Capaian yang diperoleh bukan merupakan hasil penilaian Greenship Professional (GP) dari GBCI, melainkan hanya sebatas asumsi dengan berbagai pendekatan. Untuk studi terkait yang mengacu pada Permen PUPR Nomor 21 Tahun 2021 juga tampak masih kurang berkembang, seperti pada penelitian (Hariyanti dkk., 2022; Hidayah & Husin, 2022). Maka dari itu, studi penerapan bangunan gedung hijau yang mengacu pada Permen PUPR Nomor 21 Tahun 2021 dapat dikaji dan dikembangkan lagi.

Berdasarkan informasi Green Building Council Indonesia (2020), Venetian Tower dan Caspian Tower Grand Sungkono Lagoon, serta Olive Tower Grand Dharmahusada Lagoon merupakan bangunan yang memiliki sertifikat greenship untuk bangunan apartemen di Surabaya. Tidak terdapat data lain dari penerapan green building berdasarkan Permen PUPR Nomor 21 Tahun 2021. Sedangkan, maraknya pembangunan apartemen di Surabaya ditunjukkan melalui data Perkembangan Properti Komersial BI (2021) yang menyebutkan bahwa permintaan properti apartemen di Surabaya kembali mengalami kenaikan sebesar 24% dibanding akhir tahun 2020. Data juga menunjukkan angka positif pada indeks harga properti komersial pada 5 tahun terakhir sebesar 6,73% untuk wilayah Surabaya. Berdasarkan indeks tersebut, proyeksi keuntungan yang diperoleh dari investasi di sektor properti juga akan mengalami kenaikan. Data tersebut dapat dijadikan pertimbangan atas pentingnya realisasi green building sebagai upaya pencegahan dampak negatif sektor konstruksi, terutama dalam kategori properti.

Untuk itu, diperlukan studi untuk mengetahui pengaruh aplikasi green building terhadap variabel investasi, agar paradigma yang terjadi di kalangan pengembang dan pelaku jasa konstruksi tidak menjadi penghambat penerapan konsep green building pada properti residensial berupa apartemen. Khususnya di wilayah Surabaya yang berpotensi masih akan mengalami perkembangan pembangunan di sektor properti. Dengan harapan dapat memberikan sudut pandang terkait ada tidaknya faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan investasi pada properti apartemen berkonsep green building. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan mengisi kesenjangan penelitian terkait hambatan penerapan green building dari segi biaya investasi (Firdaus, 2018), dan peluang serta keuntungannya (Biyanto, 2014; Ojo-Fafore, dkk., 2019; Onuoha, dkk., 2018; Pernille H, dkk., 2021)

SDG 11 Kota Dan Pemukiman Yang Berkelanjutan